ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN ASFIKSIA DI RUANG PICU/ NICU



BAB I
PENDAHULUAN

  1. LATAR BELAKANG
Angka kematian bayi baru lahir di Indonesia menurut SDKI 2002/2003 adalah 20/1.000 kelahiran hidup. Salah satu penyebab utama kematian bayi yang baru lahir adalah asfiksia bayi baru lahir. Faktor yang berkaitan dengan terjadinya asfiksia yaitu  faktor ibu,  faktor persalinan,  faktor janin dan faktor plasenta. Faktor ibu meliputi usia ibu waktu hamil, umur kehamilan saat melahirkan, status kesehatan, status paritas dan riwayat obstetrik (Kartiningsih 2009). Ketika dilahirkan bayi biasanya aktif dan segera setelah tali pusat dijepit bayi menangis yang merangsang pernafasan. Denyut jantung akan menjadi stabil pada frekuensi 120-140x/menit dan sianosis sentral menghilang dengan cepat. Akan tetapi beberapa bayi mengalami depresi saat dilahirkan dan menunjukkan gejala tonus otot yang menurun dan mengalami kesulitan mempertahankan pernafasan yang wajar. Bayi yang mengalami depresi saat lahir dapat mengalami apneu atau menunjukkan upaya pernafasan yang tidak cukup untuk kebutuhan ventilasi paru-paru. Kondisi ini menyebabkan kurangnya pengambilan oksigen dan pengeluaran karbondioksida. Penyebab depresi bayi pada saat lahir mencakup asfiksia intrauterin, bayi kurang bulan, obat-obat yang diberikan atau diminum oleh ibu, penyakit neuromuskular bawaan, cacat bawaan, dan hipoksia intrapartum.
Kematian bayi di Indonesia sebesar 47% meninggal pada masa neonatal. Penyebab kematian bayi di Indonesia BBLR (29%), asfiksia (27%). Trauma lahir, tetanus neonatorum, infeksi lain dan kelainan kongenital (Depkes, 2005). Data diatas menunjukkan bahwa asfiksia merupakan salah satu penyebab kematian bayi. Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir.

B.     TUJUAN
a.       Tujuan Umum
1.      Memenuhi tugas terstruktur Mata Kuliah Keperawatan Anak
2.      Menerapkan ilmu yang dipelajari di Prodi Keperawatan Stikes Muhammadiyah Klaten
b.      Tujuan Khusus
1.      Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan anak
2.      Mengetahui dan memahami pengertian dan maksud asfiksia
3.      Mengetahui dan memhami tentang proses asfiksia
4.      Mengetahui dan memahami penatalaksanaan, factor penyebab, resiko, komplikasi, manifestasi dari asfiksia
5.      Mengetahui dan memahami tentang pengobatan asfiksia

















BAB II
TINJAUAN TEORI

A.    PENGERTIAN
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan (Nurarif, 2015).
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas sspontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul (Sofian, 2012).

B.     KLASIFIKASI
1.      “Vigorous Baby”
Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
2.      “Mild Moderate asphyksia/ asfiksia sedang”
Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100x/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.


3.      Asfiksia berat
Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 x permenit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada. Pada asphyksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum, pemeriksaan fisik sama pada asphyksia berat (Indrasanto, 2008).

C.    ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI
Hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi karena gangguan pertukaran gas transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat ganguan dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2. Gangguan ini dapat berlangsung secara menahun akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama kehamilan, atau secara mendadak karena hal-hal yang diderita ibu dalam persalinan.
Gangguan menahun dalam kehamilan dapat berupa gizi ibu yang buruk, penyakit menahun seperti anemia, hipertensi, jantung dll. Faktor-faktor yang timbul dalam persalinan yang bersifat mendadak yaitu faktor janin berupa gangguan aliran darah dalam tali pusat karena tekanan tali pusat, depresi pernapasan karena obat-obatan anestesia/ analgetika yang diberikan ke ibu, perdarahan intrakranial, kelainan bawaan seperti hernia diafragmatika, atresia saluran pernapasan, hipoplasia paru-paru dll. Sedangkan faktor dari pihak ibu adalah gangguan his misalnya hipertonia dan tetani, hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, hipertensi pada eklamsia, ganguan mendadak pada plasenta seperti solusio plasenta.
Towel (1996) mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernapasan pada bayi terdiri dari :
1.      Faktor ibu
a.       Hipoksia ibu
Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau anestesi dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya.
b.      Gangguan aliran darah uterus
Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan juga ke janin, kondisi ini sering ditemukan pada gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, hipertensi pada penyakit eklamsi dsb.
2.      Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta, asfiksis janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya perdarahan plasenta, solusio plasenta dsb.
3.      Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat antara jalan lahir dan janin, dll.
4.      Faktor neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal yaitu; pemakaian obat anestesi yang berlebihan pada ibu, trauma yang terjadi saat persalinan misalnya perdarahan intra kranial, kelainan kongenital pada bayi misalnya hernia diafragmatika, atresia atau stenosis saluran pernapasan, hipoplasia paru, dsb (Nurarif, 2015).

D.    PATOFISIOLOGI
Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkankan asfiksia ringan yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia transien), proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar terjadi “Primarg gasping” yang kemudian akan berlanjut dengan pernafasan.
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan / persalinan, akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan ini dapat reversible atau tidak tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia. Asfiksia ringan yang terjadi dimulai dengan suatu periode appnoe, disertai penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan menunjukan usaha nafas, yang kemudian diikuti pernafasan teratur. Pada asfiksia sedang dan berat usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada dalam periode appnoe yang kedua, dan ditemukan pula bradikardi dan penurunan tekanan darah. Disamping terjadinya perubahan klinis juga terjadi gangguan metabolisme dan keseimbangan asam dan basa pada neonatus. Pada tingkat awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut terjadi metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh pada hati dan jantung berkurang. Hilangnya glikogen yang terjadi pada kardiovaskuler menyebabkan gangguan fungsi jantung. Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yang tidak adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.
TANDA
Nilai 0
Nilai 1
Nilai 2
JUMLAH NILAI
Frekwensi jantung
Tidak ada
Kurang dari 100 X/menit
Lebih dari 100 X/menit
Usaha bernafas
Tidak ada
Lambat, tidak teratur
Menangis kuat
Tonus otot
Lumpuh
Ekstremitas fleksi sedikit
Gerakan aktif
Refleks
Tidak ada
Gerakan sedikit
Menangis
Warna
Biru / pucat
Tubuh kemerahan, ekstremitas biru
Tubuh dan ekstremitas kemerahan

APGAR SCORE
nilai 0-3 : asfiksia berat
nilai 4-6 : asfiksia sedang
nilai 7-10 : normal
Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7. Nilai apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor apgar) (Surasmi, 2008).























  1. PATHWAY


Persalinan lama, lilitan tali pusat      Paralisis pusat pernafasan       factor lain :
anestesi, Presentasi janin abnormal                                            obat-obatan narkotik
 

                                              
        ASFIKSIA                  Infeksi Nosokomial

 


Bersihan jalan nafas tidak efektif
 

Resiko Infeksi
 
                                               
Janin kekurangan O2                                                           paru-paru terisi cairan
Dan kadar CO2 meningkat
                                                                                          


Ketidak efektifan pola nafas
 
Nafas cepat
   


    Apneu                               suplai O2 ↓     suplai O2 ↓
                                              Ke paru       dlm darah 

                                Kerusakan otak,perdarahan
                                                Kejang,
           Gangguan metabolisme &
                                       perubahan asam basa
DJJ & TD                                                                              
                                          Hipovolemia                                     Asidosi respiratorik
 

Janin tdk bereaksi              

Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
 
Terhadap rangsangan                                                                                 Gangguan
                                                                                                              perfusi ventilasi

Intoleransi Aktifitas
 

Gangguan Pertukaran gas
 
 







(Nurarif, 2015)



F.     TANDA DAN GEJALA
Gejala klinis:
1.      RR> 60 x/mnt atau < 30 x/mnt
2.      Bradikardia
3.      tonus otot berkurang
4.      DJJ lebih dari 1OOx/mnt/kurang dari lOOx/menit tidak teratur
5.      Takikardi
6.      Apnea
7.      Pucat
8.      Sianosis
9.      penurunan terhadap stimulus
10.  Nafas cepat, nafas cuping hidung
Gejala lanjut pada asfiksia :
1.      Pernafasan megap-megap yang dalam
2.      Denyut jantung terus menurun
3.      Tekanan darah mulai menurun
4.      Bayi terlihat lemas (flaccid)
5.      Menurunnya tekanan O2 anaerob (PaO2)
6.      Meningginya tekanan CO2 darah (PaO2)
7.      Menurunnya PH (akibat acidosis respoiraktorik dan metabolic)
8.      Dipakainya sumber glikogen tubuh anak metabolisme anaerob
9.      Terjadinya perubahan sistem kardivaskuler

G.    KOMPLIKASI
1.      otak : edema otak,perdarahan otak,
2.      jantung dan paru : hipertensi pulmonal persisten pada neonatus, perdarahan paru, edema paru.
3.      ginjal : tubular nekrosis akut.
4.      Hiperbilirubenimia
H.    PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.      Analisa Gas darah
2.      Elektrolit  darah
3.      Gula darah
4.      Baby gram (RO dada)
5.      USG (kepala)

I.       PENATALAKSANAAN
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi, yaitu :
1.      Memastika saluran nafas terbuka :
a.       Meletakan bayi dalam posisi yang benar
b.      Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trachea
c.       Bila perlu masukan Et untuk memastikan pernapasan terbuka
2.      Memulai pernapasan :
a.       Lakukan rangsangan taktil, beri rangsangan taktil dengan menyentil atau menepuk telapak kaki bayi. Lakukan penggosokan punggung bayi secara cepat, mengusap atau mengelus tubuh, tungkai dan kepala bayi.
b.      Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
3.      Mempertahankan sirkulasi darah :
Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila perlu menggunakan obat-obatan.
Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :
Tindakan umum
a.    Pengawasan suhu
b.   Pembersihan jalan nafas
c.    Rangsang untuk menimbulkan pernafasan
Tindakan khusus
a.       Asfiksia berat
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama memperbaiki ventilasi paru dengan pemberian O2 dengan tekanan dan intermiten, cara terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu diberikan O2 tidak lebih dari 30 mmHg. Asphiksia berat hampir selalu disertai asidosis. Koreksi dengan bikarbonat natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 2-4ml/kgBB. Kedua obat ini disuntuikan kedalam intra vena perlahan melalui vena umbilikalis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase jantung eksternal dikerjakan dengan frekuensi 80-100x/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1:3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding toraks, jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikoreksi atau gangguan organik seperti hernia diafragmatika atau stenosis jalan nafas.
b.      Asfiksia sedang
Stimulasi agar timbul reflek pernapsan dapat dicoba, bila dalam waktu 30-60 detik tidak timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif harus segera dilakukan, ventilasi sederhana dengan kateter O2 intranasal dengan aliran 1-2 lt/mnt, bayi diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudian dilakukan gerakan membuka dan menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding toraks dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan, usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihentikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit, sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan dari mulut ke mulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventilasi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan O2, ventilasi dilakukan dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhasil jika setelah dilakukan berberapa saat terjadi penurunan frekuensi jantung atau perburukan tonus otot, intubasi endotrakheal harus segera dilakukan, bikarbonat natrikus dan glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak memperlihatkan pernapasan teratur, meskipun ventilasi telah dilakukan dengan adekuat

  1. PENGKAJIAN
a.       Identitas klien dan keluarga
b.      Riwayat kehamilan ibu dan persalinan ibu
1.      Riwayat Kehamilan Sekarang
2.      Riwayat Persalinan ibu
c.       Objektif
d.      Pemeriksaan Umum
e.       Pemeriksaan Fisik
f.       Antropometri
g.      Eliminasi


  1. DIAGNOSA
a.       Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
b.      Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan janin dalam kandungan kekurangan 02 dan kadar co2 meningkat, penurunan ekspansi paru
c.       Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan ganguan perfusi ventilasi
d.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen
e.       Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan adaanya kemungkinan hipovolemia atau kematian jaringan
f.       Risiko infeksi berhubungan dengan  adanya infeksi nosokomial dan respon imun yang terganggu.



  1. INTERVENSI KEPERAWATAN

DX
TUJUAN & KH
INTERVENSI
RASIONAL
Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan jalan nafas lancar.


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan jalan nafas efektif . Kriteria hasil:
1. Tidak menunjukkan demam.
2. Tidak menunjukkan cemas.
3. Rata-rata repirasi dalam batas normal.
4. Pengeluaran sputum melalui jalan nafas.
5. Tidak ada suara nafas tambahan.


1. Tentukan kebutuhan oral/ suction tracheal.
2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction .
3. Bersihkan daerah bagian tracheal setelah suction selesai dilakukan.
4. Monitor status oksigen pasien, status hemodinamik segera sebelum, selama dan sesudah suction.


1. pengumpulan data untuk perawatan optimal
2. membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien
3. meminimaliasi penyebaran mikroorganisme
4. untuk mengetahui efektifitas dari suction.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan janin dalam kandungan kekurangan 02 dan kadar co2 meningkat, penurunan ekspansi paru
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan Pola nafas tetap paten atau efektif
Kriteria hasil:
1.Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal
2. Tidak adanya bunyi nafas tambahan
3.Denyut jantung bayi normal
4.Bayi bereaksi terhadap rangsangan
5. Bayi menunjukkan upaya bernafas spontan
6. Ekspansi dada simetris

1.     Observasi ttv terutama irama, kedalaman dan frekuensi nafas
2.     Pertahankan jalan nafas tetap baik
3.     Berikan rangsangan taktil
4.     Ajarkan keluarga untuk menempatkan  bayi pada posisi terlentang dengan leher sedikit   ekstensi dan hidung menghadap ke atas
5.     Kolaborasi pemberian O2 sesuai indikasi
6.     Kolaborasi dalam pemeriksaan AGD

  1. Mengetahui status pernafasan
2.       Jalan nafas yang baik dapat menjamin lancarnya proses inspirasi dan ekspirasi
3.      rangsangan taktil dapat merangsang terjadinya usaha nafas spontan
4.       untuk mencegah adanya penyempitan jalan nafas
5.       Mengetahui perkembangan oksigen pemberian O2 dapat mencegah terjadinya metabolisme anaerob
6.      Mengetahui perkembangan oksigen
Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan ganguan perfusi ventilasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan gangguan pertukaran gas pasien dapat teratasi.
Criteria hasil:
1.Membuat atau mempertahankan pola pernapasan efektif melalui ventilator dengan tanpa penggunaan otot pernapasan aksesori, sianosis atau tanda lain hipoksia, saturasi oksigen dalam rentang  normal.
2.Berpartisipasi dalam upaya penyapihan( dengantepat ) dalam kemapuan individu.
3.Menunjukkan perilaku untuk mempertahankan fungsi pernapasan.

1.                 Observasi pola napas. Catat frekuensi pernapasan, jarak antara pernapasan spontan dan napas ventilator.
2.                 Auskultasi dada secara periodik, catat adanya/takadanyadan kualitas bunyi napas, bunyi napas tambahan, juga simetrisitas gerakan dada.
3.    Tinggikan posisi kepala bayi dengan menggunakan bantal.
4.    Periksa kecepatan  interval napas panjang  (biasanya 1,5 sampai 2 kali volume tidal ).
5.    Awasi pernafasan / inspirasi dan ekspirasi

1.    Pasien pada  ventilator dapat mengalami hiperventilasi/hipoventilasi. Dispnea dan  berupaya memperbaiki kekurangan dengan bernapas berlebihan.
2.    Memberikan informasi tentang aliran udara melalui trakeobronkial dan adanya/takadanya cairan, obstruksimukosa.
3.     Peninggian kepala pasien atau turun dari tempat tidur sementara masih ada ventilator secara fisik dan psikologi menguntungkan.
4.    Napas panjang meningkatkan ventilasi maksimal alveoli untuk mencegah atau menurunkan atelektasis dan meningkatkan secret.
5.    Fase ekspirasi biasanya dua  kali  panjangnya dari kecepatan inspirasi, tetapi lebih lama untuk mengkonsumsi jebakan udara untuk memperbaiki pertukaran gas pada pasien.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan gangguan intoleransi aktifitas dapat tertatasi
Kriteria hasil    :
1. Tekanan darah normal
2.Frekuensi jantung normal
3.RR normal

1.      Observasi tanda vital
2.      berikan posisi yang nyaman,memberikan bantal dan tempat tidur yang nyaman
3.      Menganjurkan keluarga untuk mengurangi sentuhan
4.      Memberikan informasi kepada keluarga mengenai penyakit asfiksia dan hal – hal yang berhubungan dengan asfiksia tersebut
5.      kolaborasi analgesic sesuai dengan kondisi
.

1.    untuk mengetahui perkembangan kondisi cardiac pulmonal
2.    pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi,karena aliran darah lebih mudah masuk ke otak dan bahu rileks
3.     menurunkan stress dan rangsangan berlebihan,meningkatkan istirahat
4.     dengan informasi yang benar diharapkan keluarga dapat membantu dalam proses kesembuhan
5.    obat ini dapat meningkatkan kenyamanan atau istirahat umum
Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan adaanya kemungkinan hipovolemia atau kematian jaringan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak dapat diatasi
Kriteria Hasil  :
1. irama jantung ataau frekuensi dan nadi perifer dalam batas normal 
2.tidak adanya sianosis sentral atau perifer
3.kulit hangat atau kering
4.haluaran urine dan berat jenis dalam batas normal

1.    auskultasi frekuensi dan irama jantung. Catat terjadinya bunyi jantung ekstra
2.    observasi warna dan suhu kulit atau membrane mukosa
3.    ukur haluaran urine dan catat berat jenisnya
4.    anjurkan keluarga untuk ikut memantau keadaan pasien
5.    berikan cairan (IV/ per oral)  sesuai indikasi

1.    takikardi sebagai akibat sebagai hipoksimia dan kompensasi upaya peningkatan aliran darah dan perfusi jaringan. Gangguan irama berhubungan dengan hipoksemia,ketidakseimbangan elektrolit,dan atau  peningkatan peregangan jantung kanan bunyi jantung ekstra misalnya S3 dan S4 terlihat sebagai peningkatan kerja jantung atau terjadinya dekompensasi.
2.    kulit pucat/sianosis,kuku,membrane bibir atau lidah.,atau dingin,kulit burik menunjukkan vasokontriksi perifer (syok) dan atau gangguan darah sistemik.
3.    syok lanjut atau penurunan curah jantung menimbulkan penurunan perfusi ginjal. Dimanifestasikan oleh penurunan haluaran urine dengan berat jenis normal atau meningkat.
4.     untuk mengurangi terjadinya resiko perfusi jaringan
5.    peningkatan cairan diperlukan untuk menurunkan hipervsikositas darah (potensial pembentukan thrombus ) atau mendukung volume sirkulasi atau perfusi jaringan.
Risiko infeksi berhubungan dengan  adanya infeksi nosokomial dan respon imun yang terganggu.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan resiko infeksi dapat teratasi
Kriteria hasil :

1.    Observasi keadaan umum dan tanda – tanda vital
2.    Berikan isolasi atau pantau pengunjung
3.    Batasi penggunaan alat atau prosedur infasif
4.    Ajarkan keluarga pasien untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan aktifitas yang melibatkan pasien (bayi)
5.    Kolaborasi dengan laboratorium mengambil specimendarah  urine dan feses bayi

1.         demam mengindikasikan efek dari endotoksin dan endorphin yang melepaskan tirogen. Hipotermi adalah tanda genting yang merefleksikan perkembangan status syok atau penurunan perfusi jaringan
2.          isolasi/pembatasan pengunjung dibutuhkan untuk melindungi pasien imunosupresi mengurangi resiko kemungkinan infeksi
3.          mengurangu jumlah lokasi yang dapat menjadi tempat masuk organism
4.         untuk mengurangi kontaminasi silang
5.          untuk mengidentifikasi portal entry dan organisme kemungkinan infeksi.



Komentar